Sungguh, kuyakin ia mampu rasakan cinta ini
Dan seyakin itu, ia tak mampu rasakan perih ini
Mengharap cintaku, sementara kuberperang melawan nasib
Mungkin ia tak pernah tahu, atau sekedar berpura-pura tak tahu
Mungkinkah ia tak peduli?
Dan tepat di pintu antar dimensi, kini aku berdiri
Menatap setiap negosiasi hati
Lalu ada sesuatu yang memaksaku memilih satu
Membahagiakannya, itu cita-cita terbesarku saat ini
Sungguh enggan jika harus berbagi perih
Tapi bahagia yang mana dalam hidupku yang mampu kubagi?
Sementara aku tersesak dalam realita hidup yang nestapa sejak lama
Atau haruskah aku khabarkan derita ini padanya?
Bisa mencintainya adalah kebahagian
Tapi, cukupkah hanya itu untuknya?
Sementara cinta ini belum tentu sempurna
Atau haruskah aku berlari menjauh?
Atau haruskah aku terus berbohong menghadapi kenyataan?
Ah, kembali untuk sesaat aku menjadi membenci diri
Dan tak lama, aku tersadar pada arti dewasa
Begitu terus berulang
Dan aku tak pernah berani menerka seperti apa akhir dari ini semua…
Mungkinkah kelak aku akan menjadi dewa?
Atau seorang gila?
Uh!
Kembali nestapa menjadi milik jiwa